Pikir Seribu Kali Sebelum Menghina Jomblo!
Januari 26, 2016
Dinamika pola pikir generasi muda mengenai status percintaan menunjukkan perubahan dari masa ke masa. Saat ini, status lajang atau sering disebut jomblo dianggap hal yang memalukan dan hina. Padahal sesungguhnya kesucian hati merupakan sebuah kebanggaan di mata Tuhan. Entah dengan alasan terpaksa maupun memang memilih untuk tidak pacaran, para jomblo seharusnya bangga karena tidak mengikuti mindset yang keliru dari kebanyakan anak muda zaman sekarang.
Banyak jomblo menyalahkan nasib karena mereka tidak memiliki kekasih dan tidak bisa menikmati indahnya cinta. Hal ini diperparah dengan cemoohan mereka yang sudah taken. Penderitaan memuncak pada malam minggu, ketika jomblo di-bully habis-habisan di berbagai social media, hingga tersebar pandangan bahwa jomblo itu hina, rendah, dan tidak kekinian. Saya dengan lantang menyatakan bahwa saya jomblo! Saya tidak malu! Yang seharusnya malu adalah mereka yang pacaran sampai kebablasan!
Mohon maaf kalau saya terkesan menyalahkan orang yang berpacaran. Sebenarnya saya dan kamu sependapat tentang pacaran, bahwa pacaran itu banyak manfaatnya, sebagaimana teman-teman saya bilang ketika mereka membujuk saya untuk segera cari pacar. Saya sekali lagi tidak menyalahkan pacaran, meski agama Islam memandang pacaran sebagai perbuatan terlarang, aku hanya membahas dari perspektif netral tanpa unsur religi. Melalui tulisan ini saya lebih menganjurkan untuk memanfaatkan masa muda dengan mengembangkan diri, mempersiapkan masa depan. Toh pacar idaman akan datang sendiri ketika kita memiliki masa depan yang menjanjikan.
Teman-teman mungkin menyadari, sebagian dari kita bersaing memperebutkan pasangan, berlomba-lomba mencari sosok pacar idaman, tapi soal pendidikan seringkali dikesampingkan. Sebagian dari kita lebih bangga memiliki pacar yang cantik/ganteng ketimbang prestasi mentereng. Memangnya pacar cakep bisa menjadi modal kita di masa yang akan datang?
Zaman dulu, ketika kebenaran belum dijungkirbalikkan oleh paham-paham barat, hubungan antara dua insan berlainan jenis merupakan sesuatu yang sakral. Hubungan ini diikat dengan sumpah suci, dibungkus dengan komitmen, serta dilindungi oleh hukum dan agama. Sementara pacaran hanya mengandalkan ikatan semu yang rentan akan penghianatan, serta penuh dengan bisikan setan.
Selama 20 tahun saya hidup sebagai jomblo, tidak ada sedikitpun penyesalan timbul di benak saya. Meskipun teman-teman yang lain dengan bangga menggandeng wanita cantik, berboncengan mesra di sepeda motor, berduaan di atas flyover, saya tidak iri apalagi menyalahkan diri karena tidak memiliki kekasih.
Mungkin akan sangat sulit meluruskan paradigma yang sudah terlanjur melenceng ini. Ketika kata j-o-m-b-l-o menjadi bahan ejekan dan kita malu jika disebut demikian, ketika pacaran menjadi hal yang mainstream dan kita ingin ikut-ikutan, ketika pemuda menyibukkan diri dengan saling bermesraan, sebenarnya itulah saat dimana pemuda Indonesia kehilangan daya juangnya, melupakan jati dirinya. Larut dalam buaian cinta semu dan terpuruk di penyesalan galau malam minggu.
Jomblo jangan dianggap sebagai aib, melainkan sebuah kebanggaan. Jangan tutupi status jomblo kamu, terbukalah dan berbanggalah menjadi pemuda yang terlalu sibuk untuk menggapai mimpi hingga tak sempat bermanja-manja di pangkuan seorang pacar. Bagi kamu yang sudah berpacaran, tidak layak kiranya menghina jomblo. Ingat kata Om Mario Teguh:
Banyak jomblo menyalahkan nasib karena mereka tidak memiliki kekasih dan tidak bisa menikmati indahnya cinta. Hal ini diperparah dengan cemoohan mereka yang sudah taken. Penderitaan memuncak pada malam minggu, ketika jomblo di-bully habis-habisan di berbagai social media, hingga tersebar pandangan bahwa jomblo itu hina, rendah, dan tidak kekinian. Saya dengan lantang menyatakan bahwa saya jomblo! Saya tidak malu! Yang seharusnya malu adalah mereka yang pacaran sampai kebablasan!
Mohon maaf kalau saya terkesan menyalahkan orang yang berpacaran. Sebenarnya saya dan kamu sependapat tentang pacaran, bahwa pacaran itu banyak manfaatnya, sebagaimana teman-teman saya bilang ketika mereka membujuk saya untuk segera cari pacar. Saya sekali lagi tidak menyalahkan pacaran, meski agama Islam memandang pacaran sebagai perbuatan terlarang, aku hanya membahas dari perspektif netral tanpa unsur religi. Melalui tulisan ini saya lebih menganjurkan untuk memanfaatkan masa muda dengan mengembangkan diri, mempersiapkan masa depan. Toh pacar idaman akan datang sendiri ketika kita memiliki masa depan yang menjanjikan.
Teman-teman mungkin menyadari, sebagian dari kita bersaing memperebutkan pasangan, berlomba-lomba mencari sosok pacar idaman, tapi soal pendidikan seringkali dikesampingkan. Sebagian dari kita lebih bangga memiliki pacar yang cantik/ganteng ketimbang prestasi mentereng. Memangnya pacar cakep bisa menjadi modal kita di masa yang akan datang?
Zaman dulu, ketika kebenaran belum dijungkirbalikkan oleh paham-paham barat, hubungan antara dua insan berlainan jenis merupakan sesuatu yang sakral. Hubungan ini diikat dengan sumpah suci, dibungkus dengan komitmen, serta dilindungi oleh hukum dan agama. Sementara pacaran hanya mengandalkan ikatan semu yang rentan akan penghianatan, serta penuh dengan bisikan setan.
Selama 20 tahun saya hidup sebagai jomblo, tidak ada sedikitpun penyesalan timbul di benak saya. Meskipun teman-teman yang lain dengan bangga menggandeng wanita cantik, berboncengan mesra di sepeda motor, berduaan di atas flyover, saya tidak iri apalagi menyalahkan diri karena tidak memiliki kekasih.
Mungkin akan sangat sulit meluruskan paradigma yang sudah terlanjur melenceng ini. Ketika kata j-o-m-b-l-o menjadi bahan ejekan dan kita malu jika disebut demikian, ketika pacaran menjadi hal yang mainstream dan kita ingin ikut-ikutan, ketika pemuda menyibukkan diri dengan saling bermesraan, sebenarnya itulah saat dimana pemuda Indonesia kehilangan daya juangnya, melupakan jati dirinya. Larut dalam buaian cinta semu dan terpuruk di penyesalan galau malam minggu.
Jomblo jangan dianggap sebagai aib, melainkan sebuah kebanggaan. Jangan tutupi status jomblo kamu, terbukalah dan berbanggalah menjadi pemuda yang terlalu sibuk untuk menggapai mimpi hingga tak sempat bermanja-manja di pangkuan seorang pacar. Bagi kamu yang sudah berpacaran, tidak layak kiranya menghina jomblo. Ingat kata Om Mario Teguh:
"Pacaran adalah jomblo yang tersamarkan"
"Lebih baik jadi anak muda jomblo ngenes setiap malam minggu, tapi happily married di masa dewasa"
4 comments
Hhaha..betul juga..ntar kalo kepincut baru tau rasaaaaa..ya kan bang.
BalasHapusEnakan jomblo, gak perlu antar jemput kesana kesini, gak perlu nraktir2... waktu luang bisa dipake buat blogging, Kalo udah waktunya nikah, ya nikah aja gak perlu pacaran. Pacaran setelah ijab sah, lbh assoyyy hahaa...
BalasHapusIya sih setuju tapi begitu umurnya mendekati limit bingung juga #curcol
BalasHapusditunggu next artikel gan
BalasHapus