Indonesia Terancam Krisis Pangan
Agustus 30, 2014
Opini oleh: Muhammad Labib Naufaldi
Pangan, kebutuhan pokok umat
manusia kian mahal harganya. Harga pangan dunia terus menanjak mengingat
populasi dunia yang terus tumbuh, menambah jumlah perut yang harus diisi.
Sementara ketersediaan pangan belum tentu menjamin tercukupinya konsumsi 7,2
Miliar manusia di bumi.
![]() |
sumber gambar: timeinc.net |
Indonesia pun menjadi negara yang
harap-harap cemas akan hal ini. Ketergantungan pada impor memaksa bangsa ini takut
akan gejolak harga pangan dunia. Bagaimana tidak takut? Hidup mati bangsa ini bergantung
pada produksi pangan negara lain. Indonesia belum mampu melakukan swasembada
pangan, mengempani mulut sendiri dengan makanan hasil tanam sendiri. Bisa
dibilang, negeri ini belum berdaulat di bidang pangan.
Kebutuhan pangan yang tinggi
tidak ditunjang oleh kekuatan sektor agraria. Fokus pemerintah di sektor ini
hanya kuat di atas kertas, tetapi lemah pada praktiknya. Segudang program
swasembada hanya menjadi wacana yang tidak habis-habis, sementara upaya
realisasinya tidak sebanding dengan target swasembada. Ditambah lagi, produktivitas
pertanian kita semakin loyo dari masa ke masa bersama usia para petani tanpa
adanya regenerasi dan tenaga baru untuk menggarap tanah subur negeri ini.
Akhirnya, impor komoditas utama menjadi andalan untuk menutupi rendahnya
produksi pangan dalam negeri. Melihat fakta yang ada, masihkah Indonesia layak
menyandang titel ‘negara agraris’?
Alih fungsi lahan pertanian,
tergusurnya produk pertanian lokal, minimnya penerapan teknologi pertanian, dan
tak terkendalinya pertumbuhan penduduk memperparah kondisi tersebut. Belum lagi
aspek lingkungan yang dewasa ini seringkali tidak berpihak kepada pertanian.
Hama, problema ekologis, degradasi kualitas tanah, serta perubahan iklim sering
membuat para petani menangis meratapi sawah mereka yang gagal panen.
Jangan sampai situasi seperti ini
dibiarkan berlarut-larut karena krisis pangan sudah di depan mata. Komoditas
pokok yang selama ini kita impor akan menjadi tali pengekang leher kita. Kita bergantung
pada harga pangan dunia yang akan mencekik kita. Ketika harga pangan global melonjak,
ambruklah ekonomi bangsa ini. Perekonomian akan kacau balau, kemiskinan
meningkat, dan otomatis masalah-masalah sosial politik akan merebak. Ingat
bagaimana kekacauan ekonomi menjadi akar krisis multidimensional di era orde baru?
Bisa jadi, di masa mendatang
sektor pangan akan memegang kendali ekonomi dunia. Kita bisa lihat saat ini,
ketika bank dunia menyatakan lonjakan harga pangan global tidak lepas dari
situasi yang dialami para produsen pangan dunia, seperti Amerika Serikat,
Ukraina, Thailand, dan Cina. Permasalahan internal negara-negara tersebut mengangkat
harga pangan ke level tertinggi selama 10 bulan pada Maret lalu sebagaimana disebutkan
FAO. Dampaknya pun dirasakan oleh para importir pangan, tidak terkecuali negara
kita.
Indonesia harus berdaulat di
bidang pangan dan memperkuat ketahanan pangan nasional. Optimalisasi produksi
pangan serta penyediaan stok pangan yang memadai untuk stabilitas harga pangan
tampaknya dapat menjadi perisai yang cukup kuat untuk menjaga perekonomian
negeri dari fluktuatifnya harga pangan dunia. Tentunya untuk mewujudkan hal itu
diperlukan pembangunan sektor agraria. Dimulai dari peningkatan produktivitas
pertanian melalui penyediaan lahan, infrastruktur, dan teknologi pertanian. Karya-karya
serta inovasi anak bangsa di bidang pertanian pun jangan hanya dipuji-puji dan
dikagumi, tetapi juga dimanfaatkan untuk perkembangan pertanian negeri.
Pembangunan pertanian juga harus
didukung oleh pengembangan SDM di bidang pertanian agar semakin banyak armada
petani yang menggeluti sektor yang strategis ini. Langkah yang bisa ditempuh
misalnya edukasi melalui akademi pertanian, peningkatan kualitas institut
pertanian yang sudah ada, dan yang tidak kalah penting ialah menciptakan tren
pertanian di kalangan pemuda dan perbaikan citra pertanian. Menggalakkan
kampanye tentang sentralitas sektor agraria dan menjamin kesejahteraan petani
mungkin bisa ditempuh supaya semakin banyak generasi penerus bangsa yang
mengarahkan pandangan masa depan mereka menuju tanah-tanah negeri yang meminta
untuk digarap.
2 comments
disini anak tekpang dibutuhkan !
BalasHapusgembar gembor tingkatkan produksi pangan ,kenyataan di lapangan lahan sawah malah di jadikan gedung ??????
BalasHapus