Indonesia: Surga Investasi Dicoreng Birokrasi
Mei 22, 2017Indonesia surga investasi | sumber: dok. pribadi |
Indonesia surga investasi, benarkah?
Tiga tahun yang lalu, Indonesia masuk dalam daftar “Fragile Five”, yaitu negara yang sangat Foreign Direct Investment) tahun 2016 yang mencapai US$ 16 miliar. Tentu saja peningkatan produktivitas menjadi dampak positif yang berujung pada peningkatan pertumbuhan ekonomi. Bahkan menurut UNCTAD (United Nations Conference on Trade and Development), Indonesia dianggap negara ketiga paling prospektif bagi FDI dengan dasar pertumbuhan ekonomi sekitar 5,4% per tahun pada beberapa tahun belakangan, serta besarnya pasar dan perekonomian yang relatif stabil.bergantung pada investasi asing untuk memacu pembangunan. Terlihat dari banyaknya FDI (
Meski kini pemerintah sedang berupaya mewujudkan stabilitas dan kemandirian ekonomi, tidak dapat dipungkiri bahwa investasi baik domestik maupun asing memberikan harapan bagi terbukanya pintu-pintu kemakmuran. Menurut data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), investasi pada tahun 2016 sebesar 612,8 triliun berhasil menciptakan proyek-proyek baru dan mengembangkan proyek yang sudah ada, serta memberikan lapangan pekerjaan bagi 1,4 juta orang. Dengan demikian, investasi dapat menjadi jalan bagi pemerintah untuk mencapai kemapanan negeri di bidang ekonomi.
Selain memberdayakan SDM, investasi juga memberikan kekuatan untuk memanfaatkan sumber daya alam yang berlimpah di negara ini. Dari laporan BKPM terlihat bahwa dengan investasi, banyak sektor telah diberdayakan, mulai dari sektor pertambangan, energi, pertanian, pangan, tekstil, kimia, perikanan, dan sebagainya. Ramainya pasar Indonesia diiringi peningkatan daya beli masyarakat ber-GDP US$870 billion pun menjadikan Indonesia sebagai negara yang sangat prospektif, ditandai dengan masuknya Indonesia dalam barisan G-20. Oleh karena itu, tidak heran jika Presiden Joko Widodo membuka pintu selebar-lebarnya bagi para investor untuk datang mengoptimalkan potensi besar yang ada di Indonesia.
Namun sayang cerahnya peluang yang terlihat oleh para investor seringkali terhalang oleh berbagai hal yang menyebabkan mereka berpikir dua kali untuk berinvestasi di tanah air. Masih banyak hambatan-hambatan bagi pengembangan bisnis sehingga menurunkan kondusifitas iklim investasi di Indonesia. Pemerintah pun terus berusaha mengatasi masalah yang mengganjal masuknya inward FDI.
Setidaknya ada lima faktor yang telah menjadi fokus pemerintah terkait peningkatan daya tarik investasi Indonesia di mata investor asing, yaitu permisifitas regulasi, insentif pajak, pembangunan infrastruktur, peningkatan kualitas SDM, dan simplifikasi birokrasi. Tatanan regulasi yang kian ‘memanja’ investor asing terlihat dari diterbitkannya PP No. 103/2015 pada 28 Desember 2015 tentang perpanjangan periode maksimum bagi foreigners resident di Indonesia dari 50 menjadi 80 tahun, serta pemberian kesempatan yang lebih lebar untuk mereka dalam hal kepemilikan tanah dan pewarisan hak milik tersebut. Ditambah lagi revisi Negative Investment List yang ditandatangani pada 12 Mei 2016, yang meliputi penambahan sektor yang terbuka bagi FDI dan simplifikasi pengurusan izin investasi. Selain itu dari sisi perpajakan, PP No. 9/2016 meneguhkan keramahan pemerintah kepada investor melalui incentive taxation (insentif pajak). Dalam hal infrastruktur, kerasnya upaya pemerintah mengakselerasi pembangunannya tidak terelakkan lagi. Banyaknya proyek pembangunan baik di perkotaan maupun daerah menjadi bukti tingginya fokus pemerintah menyediakan kenyamanan bagi aktivitas ekonomi. Belum lagi apabila program tol laut benar-benar terealisasi, pembangunan akan lebih merata ke Indonesia bagian timur, membuka peluang-peluang investasi lebih luas lagi. Selanjutnya mengenai kualitas SDM, yang merupakan motor penggerak ekonomi, terus dikembangkan melalui program Indonesia Pintar yang bahkan diteguhkan dalam Nawa Cita rezim Joko Widodo. Terakhir, faktor yang banyak mengganjal investasi, yaitu birokrasi yang berbelit-belit dalam mengurus perizinan, telah dipangkas dengan adanya PTSP (Pelayanan Terpadu Satu Pintu) sejak dikeluarkannya Peraturan Kepala BKPM No. 11 dan No. 12 Tahun 2009.
Regulasi tumpang tindih, investasi jadi tak pasti
Meski telah beribu cara pemerintah, evaluasi terhadap iklim investasi nasional masih menunjukkan banyaknya kehilangan investasi potensial karena berbagai masalah. Salah satu masalah pelik dalam dunia investasi adalah peraturan yang tumpang tindih antara pusat dan daerah. Hal ini berdampak besar bagi program pemerintah pusat yang bertujuan memberikan kemudahan bagi investor asing, namun ketika investor tersebut masuk ke daerah ternyata terdapat peraturan daerah (perda) yang tidak sejalan dengan undang-undang atau peraturan pemerintah. Banyak kebijakan daerah yang justru menghambat pertumbuhan investasi seperti adanya pungutan, rumitnya birokrasi, dan ketidakpastian regulasi daerah. Problematika besar seperti ini butuh langkah yang besar pula dari pemerintah apabila memang serius ingin menggenjot investasi. Upaya besar yang dapat dilakukan adalah diadakannya revisi oleh DPRD untuk menyelaraskan perda tentang pajak, retribusi, CSR (Corporate Social Responsibility), izin gangguan (Hinder Ordonantie), dan regulasi lain terkait investasi dengan Undang-Undang dan Undang-Undang Dasar.Alternatif lain yang dapat ditempuh yaitu BKPM melalui Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPM-PTSP) Provinsi dan BPM-PTSP Kabupaten/Kota melakukan pengujian terhadap perda yang tidak sesuai dengan UU, kemudian mengajukan permohonan keberatan ke Mahkamah Agung (MA) untuk dilakukan judicial review. Cara ini sejalan dengan Pasal 9 Ayat 2 UU No. 12/2011 yang berbunyi: “Dalam hal suatu Peraturan Perundang-undangan di bawah Undang-Undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Agung”. Permohonan keberatan juga dapat disampaikan ke Pengadilan Negeri, namun tentunya membutuhkan waktu dan biaya birokrasi sendiri.
Mengapa sebaiknya BKPM yang melakukan ini, bukan perusahaan saja? Hal ini bertujuan agar uji materiil oleh MA dapat dilakukan sekaligus terhadap pasal-pasal dan perda-perda yang bermasalah sehingga lebih efisien dibanding apabila permohonan keberatan diajukan satu per satu. Oleh karena itu BKPM perlu membuat database perda terkait investasi di setiap daerah agar review dapat dilakukan dengan mudah.
Koordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terkait peninjauan perda juga dapat dipertimbangkan, meski kini Mendagri sudah tidak berwenang mencabut perda menurut keputusan sidang uji materi Mahkamah Konstitusi pada 4 April 2017 lalu, Mendagri masih dapat melakukan kontrol terhadap perda yang bertolak belakang dengan semangat peningkatan investasi melalui Pasal 243 UU No. 23/2014 tentang Peraturan Daerah. Dalam pasal tersebut, Kemendagri dapat mengontrol penerbitan perda yang menghambat investasi atau pertumbuhan ekonomi. Mekanisme ini pun cukup baik, karena perda yang tumpang tindih dengan UU akan lebih baik dicegah penerbitannya sejak masih berupa Rancangan Peraturan Daerah (Raperda), karena akan lebih sulit jika sudah disahkan menjadi perda.
Birokrasi jangan anti investasi!
Ketika dasar hukum sudah memberikan kepastian, masih ada masalah datang dari tidak ramahnya birokrasi pada investasi. Selama ini pengurusan izin usaha menjadi momok investor karena selain panjang dan rumitnya alur birokrasi, seringkali investor dibuat frustasi oleh pelayanan yang lambat dan kurang baik. Hal ini dapat diatasi dengan mewujudkan pelayanan birokrasi yang ideal tidak hanya di BKPM pusat, tetapi juga di BPM-PTSP di daerah-daerah. Diklat training service excellence, standarisasi pelayanan penanaman modal, dan penguasaan bahasa asing diterapkan secara optimal dan menyeluruh. Apabila pelayanan ideal telah disiapkan, selanjutnya adalah intensifikasi publikasi mengenai layanan izin investasi 3 jam oleh BKPM agar investor yang ‘alergi’ birokrasi bersedia mengurus izin investasi.Selanjutnya yang perlu diperbaiki adalah kredibilitas birokrasi. Pemerintah yang katanya menaruh fokus yang besar pada reformasi birokrasi melalui program revolusi mental harusnya benar-benar serius memperbaiki bobroknya sistem dan pelaku birokrat di daerah yang sangat rentan akan praktik pungutan liar. BKPM dapat memberi solusi dengan mengetatkan pengawasan birokrasi daerah melalui kantor perwakilan di setiap provinsi yang berwenang melakukan sidak dan evaluasi terhadap pelayanan izin usaha. Perwakilan BKPM tersebut selain berfungsi untuk melakukan kontrol, juga memudahkan investor mendapatkan service terkait investasi yang lebih dekat dan cepat.
Kendala nyatanya tidak hanya berasal dari kaum birokrat, tetapi juga perusahaan itu sendiri. Misalnya pembatalan surat persetujuan/izin prinsip (SP/IP) bagi 6.351 izin investor asing karena masa berlaku izin yang telah habis dan tidak pernah menyampaikan Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM). Sulitnya pelaporan LKPM merupakan kendala besar bagi perusahaan apabila dilakukan secara manual. Kini LKPM dapat dilaporkan secara online sehingga lebih mudah dan cepat. Namun demikian, masih banyak perusahaan yang nakal dengan tidak pernah mengirim LKPM. Solusi yang dapat dilakukan adalah publikasi dan sosialisasi yang lebih intensif dan memastikan informasi tentang mudahnya pengisian LKPM tersampaikan ke perusahaan. Ketika mereka telah mengetahui kewajiban memberikan LKPM, hal selanjutnya yang perlu dilakukan adalah penindakan dengan tegas apabila perusahaan lalai, serta pemberian apresiasi bagi perusahaan yang memberikan laporan dengan baik dan tepat waktu, karena reward and punishment disebut sebagai cara terbaik menurut teori behavioristik dalam melakukan pengaturan (regulasi).
Wujudkan Indonesia ramah investasi
Karena regulasi yang selaras di semua hierarki merupakan amanat Undang-Undang Dasar 1945, sudah seharusnya sinkronisasi perda terkait investasi dan pembangunan ekonomi dengan UU dan PP menjadi prioritas. Kepastian hukum yang tegas akan menciptakan atmosfir yang baik untuk tumbuhnya investasi di tanah air. Ditambah dengan birokrasi yang kredibel dan berintegritas diharapkan dapat memancing lebih banyak investor demi mencapai target realisasi investasi Rp 670 triliun di tahun 2017 dan Rp 840 triliun di tahun 2018. Semoga peningkatan investasi dapat membawa negeri ini menuju pemerataan pembangunan sesuai cita-cita kabinet kerja: desentralisasi pembangunan Indonesia dari pinggiran dan daerah-daerah. Ayo wujudkan Indonesia ramah investasi!
M. Labib Naufaldi
April 2017
0 comments