Bukan Fisik ataupun Magic, Inilah 3 Kekuatan Super Pahlawan Masa Kini

Agustus 18, 2017


HUT RI 72
Selamat Hari Kemerdekaan RI ke-72

Perayaan hari kemerdekaan selalu menjadi momentum yang tepat untuk membuka kembali lembaran kisah masa perjuangan. Perbandingan potret kehidupan masa silam yang amat kontras dengan kondisi saat ini memberi kita ruang untuk berevaluasi, khususnya tentang patriotisme dan pengaruhnya terhadap metamorfosa nusantara.
Lebih dari sekedar lomba tujuhbelasan yang dinanti-nanti orang kebanyakan, 17 Agustus mengajak kita mengingat sejarah. Tentang pertanyaan yang dianggap mustahil awalnya, 'bagaimana bisa bangsa yang telah terbelenggu penjajahan lebih dari 3,5 abad bisa merdeka'? Waktu mungkin cukup untuk yang mampu menumbuhkan jiwa 'legowo' dengan menerima kesengsaraan dan kebodohan sebagai takdir yang (barangkali) sudah digariskan.
Seperti harimau yang hidup lama di dalam kandang, lambat laun akan kehilangan insting liarnya. Menerima nasib hidup dalam kurungan dan bersyukur masih diberi makan walau sedikit. Namun beruntunglah bangsa ini punya harimau-harimau yang pikirannya masih liar dan ganas. Bagi mereka, cambuk kezaliman tidak menjadikannya lemah. Rasa sakit lahir batin yang dialaminya justru menguatkan tubuhnya untuk melawan. Hingga akhirnya dengan jiwa patriot yang mengental di darah segenap bangsa, negara ini bisa bermetamorfosis menjadi bangsa yang merdeka. Kita patut berterimakasih pada harimau-harimau yang kini terbaring di taman makam pahlawan.
Kemudian pertanyaan baru muncul ketika kita, yang saat ini hidup di zaman dimana benteng-benteng sudah menjadi museum, hanya dapat menatap batu-batu nisan para pahlawan yang bisu. Mengheningkan cipta seraya bertanya, 
“apakah jiwa kepahlawanan itu turut terkubur bersama mereka? Mungkinkah gelar 'pahlawan' masih relevan bagi kita yang tidak mengangkat senjata?”
Sejarah selalu mengaitkan patriotisme (jiwa kepahlawanan) dengan transformasi suatu negara. Karenanya, perlu pemahaman baru atau lebih tepatnya pelurusan paradigma tentang pahlawan. Tentang bagaimana memvisualisasikan sosok pahlawan di kaum yang merdeka.
Berpindah dari taman makam pahlawan, saya pun berlari ke perpustakaan. KBBI adalah pelarian favorit saya ketika suatu kata terlihat samar oleh bias intepretasi dan miskonsepsi sana sini. Menurutnya, apa yang dimaksud dengan pahlawan adalah orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran. Sedangkan kepahlawanan merupakan sifat yang meliputi keberanian, keperkasaan, kerelaan berkorban, dan kekesatriaan. Dari definisi tersebut sangat jelas sebenarnya kriteria seorang pahlawan.
Saat ini pahlawan atau yang disebut 'hero' lebih kental dengan tokoh-tokoh berkostum yang ada di film-film barat. 'Hero' seakan menjadi gelar bagi mereka yang dianugerahi kekuatan supranatural. Lantas bagi kita yang secara realistis hanya punya dua tangan, tanpa sinar laser maupun jaring laba-laba, apakah layak menyandang predikat tersebut?
Sebenarnya saya yakin Anda yang sudah dewasa tidak sesempit itu mengartikan 'hero'. Berkaitan dengan kekuatan supranatural, sebenarnya masih ada kaitannya dengan kepahlawanan. Hal ini menyangkut 'super power' yang tidak terlihat. Lebih dari otot dan senjata, kita memiliki banyak kekuatan yang apabila digunakan secara 'heroik' dapat menjadikan kita pahlawan. Apa saja kekuatan tersembunyi itu?
                             
1.      Daya Magis Hati Nurani
Kekuatan super kita yang pertama adalah hati. Bukan organ liver yang saya maksud disini, melainkan hati yang letaknya entah dimana. Banyak orang menunjuk dada sebagai simbolisasi hati, tetapi dimana letak hati nurani yang sesungguhnya masih menjadi misteri.
Apa yang istimewa dari hati nurani? Yaitu kemampuannya melakukan hal melebihi nalar. Pernah dengar kisah Bang Jack Si tukang parkir Fikom Unpad? Uang jerih payahnya selama belasan tahun digunakan untuk mendirikan 2 sekolah gratis bagi anak kurang mampu. Atau Mbah Asrori, guru ngaji berusia 92 tahun yang membagikan ratusan nasi bungkus setiap hari Jumat kepada pemulung dan tukang becak. Atau Pak Sadio, pemulung yang mampu menambal jalan rusak di daerahnya, meski penghasilannya jauh lebih kecil dibanding para pengguna jalan itu sendiri.
Orang biasa yang tidak memiliki kekuatan super di hatinya mungkin berpikir, "Buat apa repot-repot melakukan hal itu? Apa untungnya buat kita?". Orang biasa tidak akan mampu menggerakkan tangannya (yang hanya dikontrol otak) untuk melakukan apa yang mereka lakukan. Itulah kehebatan hati. Daya dorong luar biasa yang entah darimana datangnya, secara ajaib menggerakkan mereka untuk mengubah keadaan. Meski secara profesi, finansial, bahkan usia membuat mereka banyak diremehkan, kekuatan nurani berhasil membatu mereka melakukan hal besar.
Orang berhati malaikat
Pahlawan itu ibarat manusia berhati malaikat


2.      Akal Sehat yang Anti Sesat
Zaman sekarang banyak orang berpikir menggunakan perut dibanding otak. Urusan uang dan kepentingan lain menyebabkan orang menipu akal sehat mereka sendiri. Contoh nyata bisa kita lihat di panggung politik dan hukum. Ingat Parlis Nababan, hakim yang bilang "Hutan tidak masalah kalau dibakar, nanti juga tumbuh lagi". Atau yang baru-baru ini, wakil ketua DPR Fahri Hamzah menuding KPK tentang adanya "bisnis penangkapan orang". Atau seorang ulama yang dikriminalisasi dengan alasan chat berbau porno, padahal (tanpa memandang kebenaran tuduhan tersebut) dalam sejarah tidak pernah ada orang ditangkap polisi karena chat Whatsapp pribadi.
Akal yang sakit sangat berbahaya, karena dengan itu judul berita, pasal undang-undang, bahkan kata-kata yang keluar saat pidato dapat dibolak-balik maknanya. Pemikiran 'ngaco' itu kemudian ditularkan secara viral dengan jejaring komunikasi demi kepentingan uang dan politik. Lebih-lebih dari media, penyesatan opini melalui hoax sangat dahsyat daya jangkaunya. Layaknya virus, hoax menginfeksi pemikiran dan penilaian masyarakat terhadap sesuatu atau seseorang.
Dalam hal ini, kita bisa menjadi pahlawan sejak di dalam pikiran. Cukup dengan meningkatkan literasi agar tidak menjadi orang bersumbu pendek. Selain itu, memelihara akal sehat perlu keteguhan dalam memegang idealisme dan pedoman hidup agar otak mampu tetap bekerja meski godaan nafsu berkecamuk di perut yang lapar akan kenikmatan dunia.
Jangan mabuk
Akal sehat harus dijaga, jangan mikirin perut & nafsu doang

3.      The Power of Berani-Jujur
Sekarang yang namanya kebenaran bukan lagi hal yang mutlak. Bisa dibilang, apa yang benar saat ini adalah apa yang dipercaya banyak orang sebagai hal yang benar. Sedangkan kebenaran yang sesungguhnya seringkali ditutupi oleh hajat para mafia.
Orang yang diam saja melihat penyelewengan di tubuh suatu instansi tentu akan aman posisinya sebagai bagian dari sistem bobrok itu. Sedangkan pahlawan yang berusaha membuka tabir kebenaran seringkali dikeluarkan, dicari-cari kesalahannya, bahkan ditimpa berbagai pasal yang laporannya diada-adakan, bahkan sampai dihilangkan nyawanya.  Dengan konsekuensi itu, pantas kiranya semboyan KPK: Berani jujur hebat!
Berani dan jujur akan menjadi kekuatan luar biasa apabila disandingkan. Itulah alasan mengapa KPK menggunakan kedua kata tersebut di slogannya, ditambah "hebat" sebagai penghargaan bagi siapa yang mampu menjalankannya. Kita bisa melihat kisah Novel Baswedan yang tidak gentar memperjuangkan kebenaran meski harus mengorbankan anggota tubuh berharganya.
Di instansi yang keropos integritasnya, mainan proyek dan bagi-bagi kue (saham) kaum elit semakin sulit dikuak. Sekalinya bocor sedikit, media dibuat sibuk dengan pengalihan isu. Sedangkan episode penelusuran jejak kotor itu entah kemana lanjutannya. Orang jujur justru sering dituduh penjahat. Sedangkan penjahat yang sebenarnya asyik menonton sambil tertawa jahat.
Tidak perlu jauh-jauh ke lingkungan pemerintahan, kezaliman bertaburan di sekitar kita. Hanya saja kita tidak peka, acuh, atau bahkan  pura-pura tidak tahu. Ketika ribuan orang mendiamkan, cukup diperlukan satu orang pemberani untuk mulai bersuara, baru kemudian yang lain berani berbicara. Seperti perkara yang masih hangat dari Bang Muhadkly (Acho). Pertanyaannya, cukup beranikah kita menjadi orang itu?
Anak kecil polos
Seberani laki-laki, dan sejujur anak-anak polos


Dari ketiga kekuatan super tersebut, siapa pun bisa jadi pahlawan. Tidak perlu berharta, berpangkat, atau berilmu tinggi, seseorang dapat melakukan hal-hal luar biasa. PR kita sekarang adalah menanamkan nilai-nilai moral dan budipekerti dengan baik kepada generasi mendatang. Karena dengan hati, akal, keberanian, dan kejujuran, Indonesia pasti mampu mentransformasikan diri dari kaum ber-ego menjadi bangsa super hero. Semoga.

You Might Also Like

0 comments

Like us on Facebook