Manisnya Menertawakan Pahitnya Kehidupan

April 14, 2017

nasi bungkus
Pahitnya kehidupan mahasiswa | sumber: dok pribadi

Kampus adalah miniatur kehidupan. Dunia perkuliahan yang ternyata begitu luas dan berwarna-warni ini memberikan begitu banyak pelajaran berharga, yang sebenarnya tidak ada dalam kurikulum, tidak masuk dalam SKS, namun terselip di antara aktivitas akademik, tersirat di kesibukan organisasi, dan tercurah di tangis dan tawa anak2 muda berlumur peluh dalam perjuangan mereka menggapai cita-cita. 

Kuliah merupakan masa dimana kita berkesempatan mencicipi rasanya hidup yang sebenarnya. Tidak seperti saat sekolah yang masih disuapi orangtua, ketika hidup di kampus kita harus siap merasakan 'setetes' dari beratnya perjuangan orangtua menyekolahkan anaknya.

Bukan kuliah yang sebenarnya ingin saya bahas, tapi cerita klasik penderitaan mahasiswa yang tinggal di kosan, dengan lika-liku kehidupan yang tak pernah basi kisah-kisahnya.

Bukanlah hal asing ketika seorang mahasiswa menghadapi hidup yang jauh dari kata sejahtera. Sebagian dari mereka berasal dari keluarga kecil di pedalaman nusantara yang tak tersentuh pembangunan. Sebagian lagi datang dari pinggiran kota yang hidup dari mengais rupiah di tepi metropolitan. Tidak masalah darimana kita berasal, atau sekelam apapun latar belakang kita, yang namanya pendidikan adalah hak semua orang, termasuk aku.

Meski nasib kadang jadi kambing hitam bagi ketidakadilan yang aku rasakan, ketika mereka yang serba cukup seringkali menyianyiakan kesempatan "nikmatnya kuliah", sementara aku dan mungkin juga kamu harus putar otak dan banting tulang bagaimana caranya KRS tidak diblokir keuangan tiap awal semester. Juga hari-hari yang berat aku lalui demi menyeimbangkan antara akademik, organisasi, dan bisnis. Belum lagi urusan perut yang kadang terlupakan, saking padatnya agenda.

Tapi hidup terlalu berharga untuk disesali. Aku sendiri baru menyadarinya dari seorang kawanku, bahwa membiarkan diri larut dalam penderitaan sama saja menangisi luka sepanjang hari. Perihnya cobaan yang diratapi dengan penyesalan hanya akan membuat rasa sakitnya kian menusuk.

Sekali lagi, HIDUP TERLALU BERHARGA UNTUK DITANGISI. Menutupi tangisan dengan senyum palsu adalah cara terbaik. Meski otot-otot bibir begitu berat untuk membentuk lengkungan, sebuah senyuman, setidaknya kita tidak menebar kesedihan kepada orang lain.

Bahkan kita bisa mengalahkan tangisan itu dengan rasa syukur kita dan mengubahnya menjadi tawa. Menertawakan hal pahit yang kita alami adalah keindahan tersendiri dari sesuatu yang kita sebut ironi. Kebahagiaan yang dibuat-buat lebih baik dibanding derita yang dipamer-pamerkan. Kita bukan pengemis, kan?

Namun jangan sampai penderitaan itu tecetak dalam mindset kita, bahwa itu adalah takdir yang harus kita terima hingga tua nanti. Jangan biarkan asa memudar, tetaplah bermimpi dan berjuang. Yakinlah lapar di malam ini akan berganti menjadi kenyang esok hari. Cerahnya pelangi akan datang setelah hujan lebat berlalu.


You Might Also Like

1 comments

  1. http://www.forumkecantikan.com/bukti-pengiriman-dan-pemesanan-barang/

    BalasHapus

Like us on Facebook