Serap Air, Tangkal Banjir!

November 17, 2013

Musim hujan tiba! Permasalahan lingkungan pun menjadi kian pelik. Saban tahun, banjir tidak pernah lupa mampir. Apalagi di daerah perkotaan seperti Jakarta yang hingga kini masalah banjir belum menemui jalan keluar.

Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang)Sumber Daya Air yang berada dibawah Badan Litbang Kementrian Pekerjaan Umum sebenarnya telah menawarkan segudang solusi yang bisa dilakukan dalam rangka menangani permasalahan lingkungan terkait sumber daya air. Lembaga yang mengusung visi untuk menjadi lembaga terkemuka dalam menyediakan jasa teknologi untuk mendukung tersedianya infrastruktur sumber daya air yang handal ini sukses menghasilkan karya-karya teknologi di bidang sumber daya air demi mewujudkan visinya tersebut.

Salah satu hasil penelitian Puslitbang Sumber Daya Air yaitu sarana resapan air yang disebut SARASS (Sarana Resapan Air Sangat Sederhana). Seperti namanya, SARASS merupakan sarana untuk menampung dan meresapkan air hujan air permukaan ke dalam tanah. Secara sederhana, sarana ini disebut resapan air.
SARASS | sumber


Resapan Air Hilang, Masalah Datang

Resapan air memegang peranan vital pada proses drainase di lingkungan perkotaan yang memiliki sedikit peresap air alami. Seperti kita tahu, permukaan tanah di perkotaan banyak ditutup semen, jalan, dan bangunan-bangunan. Hal itu menyebabkan berkurangnya area resapan air sehingga air hujan yang turun tidak dapat diserap secara maksimal sehingga harus disalurkan ke saluran air. Apabila saluran air seperti selokan, sungai, kanal, dan gorong-gorong juga tidak berfungsi baik, maka air hanya akan menggenang di permukaan tanah yang disebut air permukaan. Air permukaan yang jumlahnya banyak akan berdampak pada terjadinya banjir.
Banjir di kawasan perumahan
Banjir di kawasan perumahan | dok. pribadi

Kalau dipikir-pikir, penyebab terjadinya banjir datang dari peran resapan air yang telah hilang atau berkurang akibat meluasnya lahan pembangunan. Sehingga tidak salah jika kita katakan, banjir bukan hanya disebabkan oleh terganggunya fungsi saluran air, tetapi juga kurangnya resapan air. Sayangnya fakta ini belum banyak yang menyadari. Pemerintah pun lebih memusatkan konsentrasi pada sungai, waduk, kanal banjir, dan sebagainya. Padahal, akan lebih baik apabila air hujan tidak dibuang begitu saja lewat saluran air, melainkan disimpan di dalam tanah sebagai persediaan air tanah. Toh masyarakat pasti membutuhkan air tanah untuk kegiatan sehari-hari. Itulah mengapa resapan air sangat dibutuhkan.


Bangunan Peresap, Dimana  Air Diserap

Resapan air buatan atau disebut juga bangunan peresap dapat dibangun di daerah-daerah yang memiliki potensi terjadinya banjir akibat permasalahan-permasalahan seperti:
  • semakin menyempitnya lahan peresap alami,
  • melimpahnya air permukaan di musim hujan,
  • mengeringnya sumur-sumur penduduk di musim kemarau.


Dengan membangun bangunan peresap, akan banyak manfaat yang kita dapat. Selain bagi diri sendiri, masyarakat pun akan turut terbantu karena lingkungannya terhindar dari masalah lingkungan seperti banjir. Selain banjir, masih banyak keuntungan lain dari adanya bangunan peresap, misalnya:
  • mengimbangi perubahan penggunaan lahan,
  • mengurangi genangan lokal,
  • mengurangi beban dan mencegah kerusakan sarana drainase permukaan,
  • menambah cadangan air tanah sebagai usaha konservasi air.


Sejak tahun 1985 Balai Hidrologi Pusat Litbang Sumber Daya Air telah mengaplikasikan bangunan peresap air sebagai bentuk kepedulian terhadap lingkungan ke berbagai daerah pemukiman, kompleks sekolah, perkantoran, dan daerah di sekitar situ-situ. Adapun bentuk bangunan yang diterapkan adalah sumur peresap.

Bangunan peresap memiliki berbagai variasi yang untuk penerapannya dipilih berdasarkan tujuan penerapan bangunan peresap, kondisi alam dan lingkungan sekitar rencana lokasi, aspek keamanan, estetika, dan ketersediaan biaya. Beberapa bentuk bangunan peresap antara lain:
  • sumur peresap,
  • parit peresap,
  • perkerasan lulus air,
  • saluran drainase berlubang,
  • situ,
  • retensi di lapangan parkir, dan lain-lain.



Apa yang bisa kita lakukan?

Resapan air yang efektif menangkal banjir itu bisa berupa hutan kota, ruang terbuka hijau, taman kota, dan lain-lain. Nah, untuk masyarakat yang tidak mampu membangun areal luas sebagai lahan resapan air, bisa membangun resapan air buatan. Akan lebih baik apabila suatu perumahan atau regional RT atau desa bergotong royong membangun sumur-sumur resapan secara swadaya. Dengan begitu, daerah tersebut akan terbebas dari banjir dan memiliki persediaan air tanah yang melimpah.

SARASS (Sarana Resapan Air Sangat Sederhana) berupa sistem sederhana yang menggunakan pipa untuk menyalurkan air ke dalam sumur resapan. SARASS sangat mudah dibangun dan tidak memakan biaya besar. Pembangunannya pun tidak diperlukan teknik khusus dan tenaga ahli.


Sebuah Proyek Kecil-kecilan

Sungguh menyesal, aku belum mengenal SARASS sejak lama. Berkat browsing di website Puslitbang Sumber Daya Air, aku pun terinspirasi untuk mengaplikasikan sarana resapan air ini di lingkungan rumahku. Menyambut musim hujan tahun ini yang dibuka dengan berbagai bencana di berbagai daerah, aku berinisiatif untuk membentengi lingkungan rumahku dari ancaman banjir. Dengan adanya SARASS, pasti akan membantu persoalan ini.

Karena biaya minim, waktu terbatas, serta tenagaku yang lemah, akan sulit membangun sumur resapan berukuran besar. Karenanya, aku akan membangun prototype sumur resapan dengan ukuran tidak terlalu besar, namun tetap dapat berfungsi sebagai sarana peresap air. Berbagai literatur tentang sumur resapan aku jelajahi, tidak lupa panduan pembangunan SARASS dari website Balitbang Sumber Daya Air yang menjadi referensi bagiku.

Akhirnya aku putuskan untuk membangun sumur resapan di depan rumahku, sekitar 1,5 meter dari teras rumah. Rancangan sederhana pun aku gambar.

Sketsa Tampak Samping
Sketsa tampak samping | dok. pribadi

Sketsa Tampak Depan
Sketsa tampak depan | dok. pribadi


Hari itu juga aku siapkan alat dan bahan yang dibutuhkan. Semua yang dibutuhkan tidak sulit untuk didapat. Alat dan bahan yang diperlukan yaitu:
  • Linggis untuk menggali,
  • Sendok semen untuk mengeruk tanah,
  • Meteran untuk mengukur,
  • Buis beton bentuk tabung sepanjang 100 cm dan diameter 20 cm (ukuran paling kecil) seharga Rp 40.000 (hasil tawar menawar),
  • Ijuk,
  • Batu koral, dan
  • Pipa pralon serta berbagai variasi sambungannya.


Kawat Penyaring
Kawat Penyaring | dok. probadi
Ijuk
Ijuk | dok. pribadi
Batuan kerikil
Batuan kerikil | dok. pribadi

Buis beton
Buis beton | dok. pribadi

Penggalian lubang
Penggalian lubang | dok. pribadi
Setelah alat dan bahan siap, yang aku lakukan adalah menggali lubang berbentuk tabung sedalam 1 meter dengan diameter 30 cm. Ini adalah bagian paling sulit dan melelahkan bagi seorang bocah sepertiku. Hanya berbekal linggis dan sendok semen, aku menggali tanah tanpa kenal lelah. Untung ada seorang temanku yang mau berbaik hati membantuku menggali. Aku dan temanku bergantian menancapkan linggis ke dalam tanah dan mengeruknya menggunakan sendok semen.

Setelah lubang siap, batu koral dan ijuk dimasukkan untuk mengisi bagian bawah sumur, kemudian buis beton yang sudah dilubangi dan tersambung dengan pipa dimasukkan ke dalam lubang sebagai dinding sumur resapan. Untuk memperkuat mulut sumur, sebaiknya disemen. Kemudian ditutup menggunakan pelat beton yang dibuat menggunakan campuran semen, pasir, dan kerikil.

Sumur resapan sudah siap di bawah tanah bukan berarti selesai. Masih ada 1 masalah lagi, yaitu air yang masuk ke sumur resapan harus bersih tanpa sampah agar tidak terjadi penyumbatan dan pendangkalan sumur. Sedangkan air hujan yang masuk dari talang bisa saja membawa dedaunan kering atau ranting-ranting pohon rambutan di atas rumahku. Nah, disinilah diperlukannya kreativitas untuk pengembangan teknologi.

Untuk mengatasi masalah tersebut, aku gunakan kolam kontrol yang kubuat dari jerigen bekas yang dipendam di dekat sumur. Dengan adanya bak ini, air yang datang dari talang akan masuk terlebih dahulu ke dalam kolam kontrol, baru kemudian masuk ke pipa menuju sumur. Pipa ini dilengkapi filter dari kawat sehingga dapat menyaring air yang masuk ke sumur resapan. Di kolam kontrol inilah perawatan dilakukan, yaitu membersihkan sampah-sampah atau material lain yang terbawa, mengeruk lumpur jika terjadi pengendapan, serta penggantian kawat filter secara berkala.

Bak kontrol
Bak Kontrol | dok. pribadi
Selain masalah penyaringan, diperlukan juga pertimbangan mengenai saluran pembuangan. Saluran ini diperlukan apabila air di sumur resapan sudah mencapai kapasitas maksimum. Jika hal ini terjadi, maka air akan dialirkan ke selokan.

Pipa menuju saluran pembuangan juga aku pasang di kolam kontrol. Posisi lubang pipa pembuangan harus lebih tinggi daripada pipa input dari talang dan pipa menuju sumur. Alur prosesnya, air hujan yang masuk dari talang ke kolam kontrol akan masuk ke pipa menuju sumur yang posisi pipanya lebih rendah. Jika sumur resapan telah penuh, maka air tidak akan masuk ke pipa menuju sumur, melainkan akan mengisi penuh kolam kontrol. Jika permukaan air di kolam kontrol mencapai ketinggian tertentu, maka air akan masuk ke dalam pipa pembuangan dan disalurkan ke selokan. Dalam merangkai pipa saluran air, aku berdiskusi dengan ayahku karena ia mengetahui jenis-jenis sambungan serta ukuran pipa yang sesuai. Rangkaian pipa-pipa di bak kontrol bisa dilihat pada gambar berikut.

Rangkaian pipa di bak kontrol


Terakhir, saatnya pengujian. Air disiramkan ke talang, lalu masuk ke pipa menuju kolam kontrol. Air di kolam kontrol bertambah, lalu masuk ke pipa menuju sumur, dan terus begitu sampai beberapa gayung air yang aku siramkan di talang. Namun ada saat dimana air di bak kontrol tidak lagi masuk ke pipa menuju sumur, pertanda sumur resapan sudah penuh. Permukaan air di kolam kontrol terus meninggi hingga ketiggiannya menjangkau pipa pembuangan. Air pun keluar dari pipa pembuangan ke selokan terdekat. Sukses! Sistem berjalan baik.

Saluran pembuangan
Saluran pembuangan | dok. pribadi

Ini dia sumur resapan buatanku. Kecil dan masih jauh dari sempurna. Tutup pelat betonnya juga belum selesai. ^-^

Akhirnya, SARASS telah siap melindungi rumahku dari banjir. Keluargaku pun tidak takut kebanjiran di musim hujan dan kehabisan air tanah di musim kemarau. Jika Anda ingin juga membangun SARASS ini di pekarangan rumah, bisa membuat dengan ukuran besar agar penyerapan lebih efektif. Selain itu kolam kontrol dapat dimodifikasi agar bisa merangkap menjadi kolam hiasan untuk mempercantik pekarangan. Semoga prototipe ini bisa membantu Anda yang ingin membangun sumur resapan, dan menginspirasi Anda yang sering mengalami masalah banjir. Dengan SARASS, tidak lagi takut banjir.



Referensi:


*) Tulisan ini ditujukan untuk mengikuti Sayembara Penulisan Blog 2013 | Balitbang PU.

You Might Also Like

4 comments

  1. Bagus nih, buat persiapan musim ujan, musim banjirrr

    BalasHapus
  2. Wess... Jadi pengen bikin juga. Tadi ada di TVONE dibahas ttg pentingnya sumur resapan. Daripada air hujan dibuang kelaut, mendingan disimpen di dlm tanah buat prsediaan musim kemarau.

    BalasHapus
  3. saya setuju, permasalahan banjir bukan hanya tanggung jawab pemerintah, namun juga semua warga.. jangan saling menyalahkan.. lakukan hal kecil yang manfaatnya besar, hidup sumur resapan!

    BalasHapus
  4. terimakasih atas informasinya
    di tunggu informasi selanjutnya

    BalasHapus

Like us on Facebook