Mencari Bibit Pemimpin Transformasional di Ranah Edukasional

Oktober 24, 2017



Kampus adalah akademi kepemimpinan yang sangat hebat. Banyak pemimpin-pemimpin hebat yang duduk di kursi pemerintahan saat ini merupakan pemimpin-pemimpin muda yang memegang kendali atas organisasi-organisasi intra-maupun-ekstra-kampus dulunya. Oleh karena itu beruntunglah pemuda-pemuda yang berkesempatan mengasah kepemimpinan di arena simulasi akademik-sosial-politik bernama universitas.

Leading is challenging

Berbeda dengan manajer di organisasi profit-oriented seperti perusahaan, pemimpin muda di organisasi kampus memiliki tantangan yang lebih berat. Pegawai yang bekerja di perusahaan memiliki motif ekonomi dan jabatan untuk dapat membuat mereka bergerak. Mereka harus melakukan instruksi pimpinan atas dasar kewajiban dalam rangka memenuhan kebutuhan hidup untuk dirinya dan keluarga. Sedangkan anggota kepanitiaan atau staff-staff departemen di organisasi kampus? Seluruhnya tidak dibayar. Tidak ada gaji, honor, dan insentif yang mereka peroleh sebagai ganti keringat dan waktu mereka.

Lantas dorongan apa yang menggerakkan hati dan tangan-tangan mereka untuk bergerak? “Ingin berkontribusi kepada almamater” seringkali menjadi semacam ‘default template’ bagi mereka yang bergabung dalam keanggotaan organisasi kampus. Namun tidak sedikit yang seiring dengan perjalanannya justru meninggalkan dari kapal organisasi dengan berbagai macam sebab atau bahkan pergi begitu saja. “So that’s why leader really matter”.

Leader matter

Bisa dibilang mahasiswa-mahasiswa pemimpin di organisasi kampus adalah pemimpin amatir. Sebagian ada mampu memimpin dengan baik dengan pengalaman dan track record yang dibangun sejak SMA, ada yang memang berbakat memimpin dengan soft skill dan communication skill yang baik meski baru berkecimpung di ranah aktivis, atau pemimpin yang benar-benar baru mencicipi bagaimana rasanya menjadi yang terdepan. Perbedaan tipe memimpin berpengaruh pada organisasi, departemen, atau divisi yang dipimpinnya. Meskipun perlakuan pemimpin bukanlah semata-mata menjadi faktor utama baik buruknya performa anggota.

Perkumpulan yang berjalan baik cenderung dipimpin oleh orang yang dekat, berpengaruh, dan didengar, selain terdapat unsur komitmen anggota yang juga berperan. Namun perkumpulan yang bertahan lama bahkan hingga kepengurusan selesai, dipimpin oleh pemimpin transformasional.

Tidak hanya bermodal visi, idealisme, dan leadership, pemimpin transformasional memiliki cara-cara khusus terhadap bawahannya. Penerapan transformational leadership yang menjadi tren di era milenial ini disebut-sebut mampu membuat bawahan merasa dipercaya, berharga, serta memotivasi mereka untuk mengerahkan kemampuan melampaui batasan-batasan target. Selain performa, treatment-treatment yang dilakukan pemimpin transformasional ini dapat meningkatkan loyalitas dan respek terhadap pemimpin.

Ia tidak berdiri di atas para bawahan dan menyuruh-nyuruh seperti bos, tetapi ia membantu para anggotanya untuk bersama-sama naik ke level yang lebih tinggi. Ia tidak pelit untuk berbagi ilmu dan pengalaman yang ia punya untuk mengembangkan anggota timnya yang dianggap sebagai partner. Ia dapat menggerakkan anggotanya tanpa mendikte, apalagi memaksa. Ia mengeksplor potensi anggotanya dan membuatnya mengerahkan potensi tersebut dengan maksimal.

Transformational leader

Di antara jenis-jenis pemimpin, terdapat pemimpin transaksional dan transformasional. Pemimpin transaksional memiliki ciri mencolok dimana segala aktivitas yang dijalankannya bersama anggota didasarkan oleh transaksi interpersonal berlandaskan kesepakatan seperti job description, target, standard operating prochedure, dan gaji. Kepemimpinan jenis ini mengedepankan pola relasi yang tujuannya adalah kepentingan ekonomi atau politik dan atas dasar imbalan. Sedangkan pemimpin transformasional mampu memanusiakan anggotanya, bukan mempekerjakan mereka sebagai hanya sekedar sumberdaya. Harga diri anggota dihargai dengan memperlakukan mereka dengan hormat dan dewasa.

Hubungan informal di luar organisasi yang dijalin akrab akan menguatkan ikatan dengan anggota, lebih dari hubungan antara anggota dan pimpinan. Pimpinan yang mengenal anggotanya secara pribadi akan lebih dihormati. Ia juga akan dipandang tidak hanya sebatas atasan, tetapi juga sebagai teman. Persahabatan yang terjalin pun membuat anggota memberikan lebih dari kualitas dan profesionalisme, tetapi juga kesetiaan dan loyalitas yang melebihi komitmen di awal mereka bergabung. Selain itu, anggota akan lebih tergerak untuk bekerja dengan performa terbaiknya.

Transformational leader juga mementingkan aspek personal para anggotanya, seperti permasalahan pribadi, hubungan sosial, kondisi akademik, bahkan percintaan. Kepeduliannya tidak hanya sebatas urusan jobdesc dan deadline. Ia menyadari bahwa sikap empati merupakan modal penting untuk menjalin kedekatan dengan semua elemen organisasi. Obrolan yang melampaui batasan privasi seperti tentang kondisi keluarga, sahabat, pacar, bahkan keuangan dapat terjadi ketika kedekatan dan kepercayaan telah berada pada level yang tinggi. Kepedulian yang tulus sebagai teman dekat selanjutnya akan memunculkan rasa saling percaya dan saling menghargai.

Be professional or be familiar?

Menjalin hubungan baik dengan anggota bukan berarti melupakan hierarki dan fungsi masing-masing di organisasi. Peran sebagai pemimpin tetap harus dijalankan selayaknya pemimpin. Mengelola sistem dan tata nilai tetap dilakukan untuk menjaga laju organisasi tetap dalam track yang benar, namun yang perlu dilakukan juga sebagai pemimpin transformasional ialah menciptakan iklim internal yang bersahabat untuk mengangkat performa anggota.

Hal tersebut dapat dicapai dengan menciptakan budaya-budaya kerja yang profesional, tetapi tidak melupakan asas kekeluargaan. Profesionalisme ketika bekerja memang baik untuk progress organisasi menuju goals yang ingin dicapai. Namun ketika elemen-elemen organisasi yang semuanya-adalah-manusia, pemimpin harus menjadi manusia yang mengerti kondisi-kondisi anggotanya dengan harapan mereka juga memahami keinginan sang pemimpin. Dengan kecerdasannya, seorang pemimpin transformasional sebaiknya mampu melakukan balancing antara profesionalisme dan kekeluargaan. Sebagaimana Prof. Rhenald Kasali berkata melalui bukunya, “kalau terlalu profesional, kasihan pegawai/aggotanya; kalau terlalu kekeluargaan, kasihan perusahaan/organisasi-nya”.


You Might Also Like

1 comments

  1. How to make money off of poker - Work Tomake Money
    You 1xbet korean don't just find online poker 메리트 카지노 쿠폰 games งานออนไลน์ and sites to play poker on, but also casino games on your mobile phone. These apps can turn

    BalasHapus

Like us on Facebook