Integritas dan Segenggam Intelektualitas
April 22, 2016Anak muda tidak hanya harus punya intelektualitas, tapi juga integritas | sumber: dok. pribadi |
Integritas dapat diartikan sebagai mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan. Demikian Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan kata tersebut. Adapun pemahaman integritas di masyarakat luas mengacu pada kesesuaian antara perkataan, tindakan, dan nilai serta prinsip. Sederhananya, integritas adalah kejujuran. Sebagaimana integrity ditafsirkan oleh Oxford Dictionaries sebagai “the quality of being honest and having strong moral principles”.
Dari definisi tersebut, integritas memiliki makna
yang luas. Bahkan berbagai literatur memberi makna berbeda-beda terhadap kata
ini karena untuk menjadi ‘utuh’ sebagaimana integritas didefinisikan, seseorang
harus memenuhi beberapa kriteria. Kriteria tersebut yaitu loyal, berkomitmen,
bertanggung jawab, konsisten, jujur, dan memiliki kedisiplinan diri. Integritas
seseorang juga terlihat dari seberapa besar keinginannya untuk mengabdi
terhadap sesuatu, entah itu institusi, perusahaan, agama, atau bangsa dan
negara.
Penilaian terhadap seseorang seringkali didasarkan
dari apa yang terlihat di kemasannya, yaitu apa yang ia pajang sebagai daya
tarik atau kemampuan yang ia miliki. Penampilan menarik, keahlian mumpuni,
intelektual tinggi, dan apapun yang membuat orang takjub. Tentu siapapun yang
berada dalam sebuah kapal organisasi untuk mencapai suatu tujuan tertarik untuk
menjadikannya sebagai awak kapal dengan segala kelebihannya tersebut. Namun
bagaimana bila semua itu tidak dapat dinikmati karena awak kapal itu tidak
memiliki integritas? Percuma! Tanpa loyalitas, komitmen, tanggung jawab,
kejujuran, kedisiplinan, dan pengabdian, ia tidak akan bekerja dengan baik,
bahkan bisa saja menjadi penghambat di perjalanan.
Analogi seperti ini mungkin sering kita jumpai di kehidupan
sehari-hari. Televisi pun tidak bosan-bosan mengabarkan berita korupsi pejabat
yang tidak dapat dipungkiri, mereka kaum intelek, mereka memiliki potensi untuk
mengurus pemerintahan, namun penghianatan yang mereka lakukan terhadap negara
merupakan integritas palsu di balik kata-kata sumpah jabatan mereka.
Sering terlalu jauh melihat ke gedung parlemen, terkadang
kita lupa melihat cermin. Apakah kita sudah menjadi mahasiswa yang ‘utuh’?
Integritas kita sebaai mahasiswa terlihat dari bagaimana kita mengikuti
perkuliahan, kejujuran kita dalam ujian, kedisiplinan kita dalam menjalani
kehidupan, komitmen kita dalam mencetak prestasi, dan pengabdian kita terhadap
masyarakat sebagai aktivis. Tri Dharma perguruan tinggi sudah cukup kiranya menjadi
pedoman bagi kita untuk menjadi mahasiswa berintegritas apabila pengamalannya
dilakukan (juga) dengan integritas.
Lantas bagaimana potret mahasiswa saat ini? Kita
tidak dapat menutupi realita bahwa jiwa-jiwa KKN yang menjadi budaya bangsa
saat ini banyak ditumbuhkan di lembaga pendidikan seperti SD, SMP, dan SMA,
dimana contek menyontek tumbuh subur di kalangan pelajar, terlebih saat Ujian
Nasional berlangsung. Bahkan kondisinya amat memprihatinkan ketika kecurangan
ini dilakukan secara berjamaah, bahkan melibatkan guru dan kepala sekolah.
Adanya kebijakan Indeks Integritas Sekolah yang dicanangkan Kemendikbud sebagai
pertimbangan untuk Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi (SNMPTN) dinilai
positif, karena benih-benih generasi berintegritas dapat disaring dengan lebih
mudah. Namun hal ini belakangan menjadi dilematis ketika kita menyadari bahwa ada
siswa-siswa -yang sebenarnya jujur- menjadi korban karena berada di sekolah
dengan indeks integritas rendah.
Di tingkat perkuliahan, ketika muda-mudi berstatus
‘mahasiswa’ telah memiliki kendali penuh atas dirinya, budaya ini seringkali
menjadi semakin parah dengan pelanggaran-pelanggaran yang tingkatannya lebih
tinggi. Seiring dengan berkembangnya kemampuan berpikir mereka, teknik-teknik
untuk mengelabui dosen semakin beragam. Trik-trik mencontek, budaya ‘titip
absen’, manipulasi data penelitian, joki skripsi, dan sebagainya menjadi cikal
bakal budaya KKN. Jadi salahkah kalau banyak yang mengatakan bahwa lembaga
pendidikan menjadi pencetak generasi korup?
Kita tidak akan banyak membahas apa yang salah
dengan sistem pendidikan kita saat ini. Satu hal yang patut disayangkan adalah misi
laskar pendidik cenderung hanya sebatas menghasilkan putera-puteri bangsa yang
unggul dalam hal intelektualitas. Mereka yang disebut pendidik (guru dan dosen)
lebih layak disebut pengajar, jika mereka hanya mencekoki anak-anak bangsa
dengan ilmu-ilmu di kurikulum. Sementara mereka yang emosionalnya sedang
berkembang sebenarnya sangat membutuhkan pendidikan, bukan sekedar pengajaran. Pendidikan
yang dimaksud adalah penanaman nilai-nilai moral dan pembudayaannya, bukan cuma
kalimat-kalimat teoritis yang keluar pada ujian PKn (Pendidikan
Kewarganegaraan).
Dengan pendidikan yang benar-benar mendidik, bukan
hanya mengajar, integritas akan muncul dari dalam seperti buah dari pohon yang
dipupuk dengan baik, bukan buah yang disuntik obat agar terlihat bagus dari
luar. Integritas yang tertanam di dalam akan membentuk lidah-lidah yang kaku
ketika satu kebohongan hendak diucapkan, wajah-wajah yang malu saat satu
pelanggaran kecil dilakukan, hati-hati yang akan marah ketika terlintas di
kepala godaan untuk mencontek, dan jiwa-jiwa yang akan bergetar kala di depan
mata terbentang rakyat yang meronta. Juga kejujuran, tanggung jawab,
kedisiplinan, komitmen, dan pengabdian, merupakan wujud dari integritas yang
tidak dapat dipalsukan ketika itu datang dari dalam.
Integritas yang selama ini dikorbankan demi
intelektualitas semata oleh sistem ‘pengajaran’ sudah saatnya dibudayakan.
Segenggam ilmu akan bermanfaat jika berada di tangan yang berintegritas,
sementara segunung intelektualitas dapat menjadi bencana jika berada di tangan
orang-orang munafik. Sudah saatnya laskar pendidik benar-benar mendidik. Generasi
berintegritas lebih dibutuhkan ketimbang orang-orang pintar yang ‘suka ngibul’
dan rakus. Satu PR besar menanti kita, kaum akademisi pejuang pendidikan, baik
yang berdiri di kelas-kelas maupun duduk di bangku-bangku pemerintahan.
1 comments
lucky patcher 626
BalasHapus